Rabu, 23 Juli 2008

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GAGAL NAFAS

Ns. Hendri Budi, S.Kep

PENGERTIAN

Gagal nafas adalah :

Suatu gangguan fungsional yang disebabkan oleh keadaan berat yang mempengaruhi paru-paru dalam mempertahankan oksigenisasi arteri dan pembuangan karbon dioksida dimana hasil pengukuran PaO2 <> 50 mmHg dan dapat terjadi secara akut maupun kronik

Dengan demikian gagal nafas lebih bersifat diagnosis laboratorium daripada diagnosa klinik, yang dapat terjadi secara akut atau kronik.

PENYEBAB

Gagal nafas dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyakit gawat paru baik akut maupun kronis yang menjadi akut kembali (acute on chronic).

Penyebab terjadinya penyakit gawat paru antara lain :

1) Oleh karena gangguan pada otak baik oleh karena trauma, stroke, obat-obatan (CNS depressant), neoplasma, epilepsi.

2) Oleh karena kelainan medula spinalis dan susunan neuromuskuler seperti pada miastenia gravis, polineuritis, pelumpuh otot, lesi transversa medula spinalis daerah servikal dan lain-lain.

3) Gangguan dinding thoraks, ruptur diafragma.

4) Obstruksi jalan nafas karena benda asing, pembengkakan jalan nafas, konstriksi bronkhiolus, trauma jalan nafas, luka bakar.

5) Kelainan parenkhim paru sendiri, emfisema, infeksi paru, pneumothorax, aspirasi.

6) Gangguan kardiovaskuler yang menyebabkan gangguan perfusi paru.

7) Iskemik intestinal yang akut.

8) Kelainan organ-organ lain seperti setelah infark miokard.

9) Gangguan mekanik paru (pemberian PEEP pada ventilasi buatan).

Penyebab gagal nafas :

  1. Gangguan jalan nafas
    1. Bronkitis kronik
    2. Emfisema
    3. Asma bronkial
    4. Bronkiektasi

  1. Penyakit parenkim paru
    1. Penumonia
    2. Fibrosis interstitial
    3. Aspirasi
    4. Inhalasi gas asap
    5. Drug induced
    6. Limfangitis karsinomatosis

  1. Gangguan hipermeabilitas (Edema paru, ARDS)
  2. Gangguan vaskular
    1. Emboli paru
    2. Shock kardiogenik
    3. Penyakit jantung sianotik
    4. Fistula AV Pulmonalis

  1. Gangguan neuromuskular
    1. Poliomielitis
    2. Tetanus
    3. Sindrom gulan bare
    4. Hipoventilasi sentral alveolar
    5. Diafragma palsy

  1. Trauma(servikal, kepala, dada)
  2. Kelainan dinding dada (Kiposkoliosis)
  3. Obat-obat
    1. Barbiturat
    2. Narkotik
    3. Sedatif
    4. Relaksan otot
  4. Lain-lain (Hipotermia)

PATOFISIOLOGI

Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya gagal nafas akut:

1) Hipoventi1asi

§ Hipoventilasi didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar CO2 arteri lebih dari 45 mmHg akibat berkurangnya udara yang mencapai alveolus; dengan kata lain ventilasi alveolus menurun.

§ Hipoventilasi ini dapat terjadi karena obstruksi jalan nafas, gangguan neuromuskuler dan depresi pernafasan.

2) Pintasan intrapulmoner, ruang rugi dan gangguan perbandingan ventilasi perfusi (V/O mismatch).

§ Pintasan intrapulmoner diartikan: darah yang memperfusi paru tidak mengalami pertukaran gas karena alveolusnya tidak terventilasi, misalnya pada atelektasis.

§ Ruang rugi merupakan keadaan alveolus terventilasi tetapi tidak dapat melakukan pertukaran gas karena bagian paru tersebut tidak mendapat perfusi, contohnya pada emboli paru.

§ Pada paru normal perbandingan ventilasi atau perfusi adalah 0,85. Pada gangguan ventilasi atau perfusi perbandingan tersebut dapat menjadi besar.

3) Gangguan difusi

§ Gangguan difusi gas terjadi akibat penebalan membran alveolus kapiler misalnya pada keadaan fibrosis interstitial, pneumonia interstitial, penyakit kolagen seperti skleroderma, penyakit membran hialin.

§ Kapasitas difusi CO2 20 kali lebih besar daripada kapasitas difusi O2 sehingga pada gangguan difusi, gejala yang pertama timbul adalah hipoksemi, biasanya diikuti oleh kompensasi berupa hiperventilasi, akibatnya PaCO2 menjadi rendah, apabila kompensasi tersebut gagal maka PaCO2 menjadi normal atau tinggi.

§ Jadi keadaan hipoksemia dapat disertai hipokarbia, normokarbia atau hiperkarbia. Sebaliknya apabila hiperkarbia hampir selalu diikuti hipoksemia (pada udara kamar). Selain itu dapat juga terjadi gangguan difusi oleh karena kerusakan mikrovaskuler pada jaringan paru sehingga timbullah edema paru. Permeabilitas mikrovaskuler paru akan meningkat

§ Dengan adanya endotoksin, kerusakan jaringan dan bahan kimia tertentu.

§ Mediator-mediator yang dapat menimbulkan peningkat permeabilitas mikrovaskuler di daerah paru adalah : bradikinin leukotrien, tromboksan dan lain-lain. Endotoksin dapat mengaktifkan faktor XII menjadi faktor XIIa untuk koagulasi, fibrinolisis dan pembentukan komplemen. Tetapi selain itu juga menghasilkan perubahan prekallikrein menjadi kallikrein dan kallkrein ini mengubah kininogen menjadi bradikinin

§ Bradikinin inilah yang dapat menimbulkan edema paru. Komplemen pada bagan di atas berpengaruh terhadap:

o Sel-sel PMN.

Komplemen yang dihasilkan akan menarik sel-sel PMN ke parenkhim paru dan mengeluarkan enzim proteolitik dan oksigen radikal bebas yang akan menyebabkan kerusakan paru.

o Makrofag:

Makrofag yang terdapat di alveolus juga dengan komplemen akan mengeluarkan enzim proteolitik dan oksigen radikal bebas: Makrofag juga mempakan bahan faktor nekrosis pada tumor (tumor necrosis factor) yang juga berperan dalam menyebabkan gagal nafas akut.

o Trombosit: Peranannya pada gagal nafas akut tidak jelas.

o Limfosit.

Limfosit dapat mengaktifkan interleukin sehingga diduga mempunyai peran untuk menimbulkan gagal nafas akut.

o Sel Endotel:

Endotel pembuluh darah diduga merupakan salah satu faktor yang dapat mencetuskan gagal nafas akut. Endotel melepaskan oksigen radikal bebas bilaberaksi terhadap pemberian endotoksin.

o Faktor:

TNF adalah mediator yang dilepaskan oleh makrofag dan monosit sebagai respon terhadap beberapa zat antara lain endotoksin. Material ini menghasilkan respons seperti penyuntikan endotoksin terhadap manusia. TNF dapat menimbulkan edema paru. TNF terutama dikenal pada kasus-kasus sepsis.

4) Faktor lain yang berpengaruh terhadap timbulnya gagal nafas akut ·

Interaksi hepatik:

§ Hepar memegang peranan penting pada gagal paru akut.

§ Pada keadaan normal 90% dari fungsi sistim retikuloendotelial terdapat di hepar yaitu di daerah sel Kupfer. Bakteri dan toksinnya (terutama yang dari usus) akan dibersihkan dan sirkulasi di hepar. Jadi hepar berfungsi sebagai filter.

§ Gangguan fungsi hepar akan memperbesar kemungkinan meningkatnya kadar endotoksin dan bakteri dalam darah. sehingga akan mempengaruhi fungsi organ yang lain termasuk paru-paru. Selain itu mediator-mediator yang dapat menyebabkan edema paru juga didetoksifikasi di hepar.


Gangguan intestinal:

§ Iskemik intestinal akut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding usus terhadap endotoksin intestin.

§ Endotoksin yang masuk ke sirkulasi dan mencapai paru dapat menimbulkan kerusakan paru.

§ Vasokonstriksi mesenterik merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan endotoksemi.

§ Gangguan intestin dapat menyebabkan kerusakan paru dan juga sebaliknya kerusakan paru dapat menyebabkan disfungsi intestin

Gangguan organ lain:

§ Kerusakan organ lain dapat menimbulkan gagal nafas akut melalui proses gagalnya fungsi barier intestin.

§ Contoh: luka bakar yang luas akan menyebabkan vasokonstriksi mesenterik dan translokasi bakteri. Pelepasan bakteri dan kerusakan jaringan di tempat yang bersangkutan akan menghasilkan mediator yang dapat mencetuskan gagal nafas akut.

§ Kejadian serupa ini juga bisa terjadi pada kasus infark miokard. Tekanan atrial kiri akan meningkat akibat depresi miokard juga dapat menyebabkan edema paru. Selain itu jaringan miokard yang rusak akan mengeluarkan enzimproteolitik dan mediator yang terbentuk dari proses inflamasi, masuk ke sistim koroner lalu ke sinus koronarius kemudian masuk sirkulasi paru dan akan menyebabkan kerusakan mikrovaskular di paru

GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN

Gejala klinis penyakit gawat paru biasanya tergantung etiologinya

  1. Penyakit gawat paru yang disebabkan oleh gangguan otak memberikan gejala utama berupa: penurunan kesadaran, depresi nafas: frekuensi nafas kurang dari 12 kali/menit atau apnoe.
  2. Gejala yang timbul karena gangguan neuromuskular atau gangguan medulla spinalis adalah berupa tanda-tanda rasa tercekik, retraksi, tracheal tug, sampai apnoe. Yang menonjol adalah gejala hipoksia berupa takhikardi, kulit dingin dan basah.
  3. Gejala yang timbul karena obstruksi saluran nafas bagian atas biasanya terjadi tiba-tiba, afoni, tanda-tanda seperti tercekik, retraksi suprasternal dan epigastrik.
  4. Pada penyakit paru obstruktif, biasanya berlangsung secara kronik.
  5. Pada asma timbul berupa serangan sesak nafas, wheezing, sputum yang lengket dan kental. Serangan asma biasanya berhubungan dengan suatu keadaan alergi.
  6. Pada penyakit paru obstruktif menahun terjadi kerusakan pada jalan nafas, biasanya selain didapatkan hipoksemia juga disertai hiperkarbia karena retensi CO2 kronik. Hal ini menyebabkan rangsangan terhadap pusat pernafasan tidak lagi oleh keadaan hiperkarbi (hypoxic drive) dari pusat pernafasan menjadi sangat sensitif terhadap obat-obatan yang mendepresi pusat nafas dan terhadap konsentrasi oksigen yang tinggi. Pada emfisema biasanya kadar PaCO2 tidak terlalu tinggi.
  7. Gangguan pada parenkim paru.
    1. Dapat berupa infeksi, gejala utamanya batuk, demam, dahak yang purulen atau seperti karat dan sebagainya.
    2. Aspirasi bahan yang iritatif dapat menyebabkan kerusakan parenkim paru, menimbulkan gejala hipoksi karena pertukaran gas terganggu.
    3. Pada kasus-kasus trauma biasanya menyebabkan gangguan berupa pneumohematotoraks, gangguan pergerakan dinding thoraks, gangguan mekanik pernafasan. Gejala yang harus diperhatikan antara lain sesak nafas, takikardia oleh karena sakit, hipoksia dan sebagainya. Dapat disertai tanda-tanda takhipnoe atau disertai syok.

Keluhan dan gejala berdasarkan tipe gagal nafas

  1. Tipe 1 : Hipoksemia tanpa hiperkpnia (lung failure)

Geluhan dan gejala :

    1. Gangguan nafas pendek (sesak) yang akut
    2. Kejadian penyakit akut
    3. Takipnea ( > 35 menit)
    4. Takikardia
    5. Hipotensi

  1. Tipe 2 : Hipoksemia dengan hiperkpnia (pump failure)

Geluhan dan gejala :

    1. Perifer masih hangat
    2. Nadi tidak teratur
    3. Tremor( retensi CO2)
    4. Sakit kepala
    5. Confusion
    6. Pupil mengecil
    7. Vena retina melebar
    8. Papil edema
    9. Refleks tendon menurun
    10. Koma

Laboratorium dan Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosa pasti gagal nafas akut biasanya ditegakkan dari :

  • Hasil pemeriksaan analisis gas darah,
  • Tetapi kadang-kadang diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis saja. Seperti pada obstruksi jalan nafas, adanya apnoe dan lain-lain. Pada keadaan seperti ini tidak perlu menunggu hasil analisis gas darah.
  • Pada pemeriksaan analisis gas darah didapatkan kadar O2 arteri yang rendah (PaO2 kurang dari 60 mmHg) atau dan kadar CO2 yang tinggi (PaCO2 lebih dari 49 mmHg). Karena pemeriksaan analisis gas darah ini cukup rumit, maka ada cara untuk menentukan secara kasar PaO2 dan warna darah arterial yang diambil untuk sampel pemeriksaan :
      • ­Bila warnanya merah cerah PaO2 53 mmHg ­
      • Bila warnanya agak kehitaman PaO2 38 mmHg
      • ­Bila warnanya hitam PaO2 30 mmHg

  • Gagal nafas akut juga dapat terjadi setelah trauma di tempat/organ lain, infeksi atau sepsis, gangguan intestinal. Ditandai dengan timbulnya takhipnoe, takhikardi; dalam 24 jam pertama biasanya belum jelas tanda- tanda hipoksemi dan asidosis.
  • Foto thoraks :
    • Pada stadium awal biasanya foto toraks tidak menunjukkan adanya kelainan.
    • Secara bertahap timbul edema perivaskuler yang berkembang menjadi edema intraalveolar yang difus.
    • Keadaan ini akan tampak pada gambaran radiologi sebagai penambahan gambar corakan paru. Setelah 4­5 hari gambar corakan paru ini makin bertambah sampai menunjukkan gambaran edema paru yang jelas.
  • Pemeriksaan EKG untuk melihat ada tidaknya iskemi atau infark jantung.
  • Pada stadium yang lebih lanjut akan terjadi obstruksi nafas yang intermiten pada daerah-daerah yang mengalami atelektasis dan emfisema.
    • Terjadi atelektasis dan terjadilah pintasan intra pulmoner.
    • Keadaan ini menyebabkan hipoksemi dan sesak nafas, biasanya saturasi oksigen kurang dari 80% walaupun dengan FiO2 yang ditinggikan.
    • Paru menjadi semakin kaku sehingga volume udara yang diperlukan untuk mengembangkannya bertambah, yang biasanya 25 ml/cmH2O menjadi 50 ml/cmH2O.
    • Apabila penderita bertahan, pada hari ke-5 ­ 13 biasanya timbul komplikasi bronkhopneumoni. Secara radiologi akan terlihat jelas gambaran infiltrat.

PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN

Prinsip terapi pada gagal nafas akut :

  1. Koreksi terhadap kekurangan O2
    1. Konsentrasi tinggi > 50 % dapat diberikan lebih dari 12 – 24 jam
    2. Pada keadaan akut dari gagal nafas kronik, konsentrasi O2 24 – 28 %
  2. Koreksi asidosis Respiratorik
  3. Mempertahankan curah jantung dan transport O2
  4. Terapi terhadap penyakit dasar
  5. Pencegahan kompilkasi

Penatalaksanaan dan pengobatan dibagi atas non spesifik dan spesifik. Pada umumnya di perlukan kombinasi keduanya.

Penatalaksanaan dan Pengobatan Spesifik:

§ Pengobatan spesifik ditujukan pada etiologinya, sehingga untuk masing-masing keadaan berbeda-beda.

§ Pada kasus-kasus emergency dan akut pengobatan spesifik dilakukan di tempat kejadian atau di unit gawat darurat.

§ Kasus-kasus kronik, biasanya kasus-kasus acute on chronic yang berkembang menjadi gagal nafas akut. Penyebab terbanyak dari gagal nafas akut pada kasus-kasus yang kronik adalah pada eksaserbasi akut dan Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM atau COPD). Penyakitnya dapat berupa:

o ·Bronchitic Blue Bloater.

§ Kerusakan terbanyak terjadi di jalan nafas.

§ Penderita menunjukkan hipoksemi dan hiperkarbi, dengan retensi cairan, kor pulmonale, polisitemia.

§ Respirasi tergantung pada hypoxic drive.

§ Keadaan ini sangat sensitif terhadap obat-obat yang mendepresi SSP dan kadar O2 yang tinggi.

o ·Emphysematous Pink Puffer

§ Kerusakan terjadi baik pada jalan nafas maupun pada alveolus.

§ Biasanya PaCO2 masih dalam batas-batas normal.

§ Gejala sesak nafasnya lebih menonjol.

o Faktor-faktor yang mencetuskan terjadinya gagal nafas akut pada kasus-kasus kronik ini antara lain :

§ infeksi virus, cuaca dingin, polusi, pemberian O2 yang terlalu tinggi atau obat-obat depresan SSP.

Penatalaksanaan antara lain:

1) Terapi oksigen:

  • Diperlukan apabila PaO2 kurang dari 45 mmHg atau saturasinya kurang dari 75%.
  • Pemberian O2 harus diusahakan jangan menyebabkan peningkatan PaCO2.
  • Tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan venturi type mask sehingga kadar oksigen yang diberikan dapat lebih akurat.
  • Pemberian O2 tidak boleh terlalu tinggi dan harus secara kontinu karena pemberian intermiten akan membahayakan.

2) Antibiotik.

Kuman penyebab infeksi terbanyak pada kasus ini adalah Haemophilus influensa.

3) Bronkhodilator.

Walaupun beberapa bronchioli mengalami kerusakan yang ireversibel tetapi bronkhodilatasi di tempat yang masih reversibel akan sangat membantu. Biasanya diberikan aminophyllin.

4) Pemberian steroid dapat dipertimbangkan walaupun beberapa ahli masih meragukan efektivitasnya.

5) Bantuan nafas/ventilasi biasanya diberikan untuk mencegah CO2 narkosis, pemberian terapi O2 yang tidak dibatasi, dan bila cara-cara konservatif tidak berhasil.

Penatalaksanaan dan Pengobatan Non Spesifik

  • Harus dilakukan segera untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul pada kasus gawat paru untuk mencegah gagal nafas akut.
  • Sedangkan pada kasus gagal nafas akut sebaiknya berikan terapi untuk mencegah agar pasien tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk, sambil menunggu pengobatan spesifik sesuai dengan etiologi penyakitnya.
  • Pengobatan non spesifik meliputi:
      • Mengatasi hipoksemia : terapi oksigen
      • Mengatasi hiperkarbia : terapi ventilasi

a) Terapi Oksigen

§ Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan PaO2 sampai normal.

§ Berlainan sekali dengan gagal nafas dan penyakit kronik yang menjadi akut kembali (dimana pasien sudah terbiasa dengan keadaan hiperkarbia sehingga pusat pernafasan tidak terangsang lagi oleh hypercarbic drive melainkan terhadap hypoxemic drive), maka kenaikan PaO2 yang terlalu cepat dapat menyebabkan apnoe.

§ Terapi yang terbaik adalah dengan meningkatkan konsentrasi fraksi inspirasi oksigen (FiO2 dan menurunkan kebutuhan O2 dengan bantuan ventilasi. Apabila penderita akan dibiarkan bernafas spontan, O2 diberikan melalui nasal catheter. Hubungan antara besarnya aliran udara dengan konsentrasi O2 inspirasi

b) Atasi Hiperkarbia ­ perbaiki ventilasi

§ Memperbaiki ventilasi dan tahap yang paling sederhana sampai pemberian ventilasi buatan. Hiperkarbia yang berat dan akut akan mengakibatkan gangguan pH darah atau asidosis; hal ini harus diatasi segera dengan memperbaiki ventilasi.

o Pada kasus-kasus acute on chronic yang sudah terbiasa hiperkarbi, hindari penurunan PaCO2 yang terlalu rendah karena akan menyebabkan alkalosis sehingga dapat menyebabkan hipokalemi, aritmi jantung dan sebagainya.

o Penurunan PaCO2 harus bertahap tidak lebih dari 4 mmHg/jam.

Upaya untuk memperbaiki ventilasi antara lain :

1) Membebaskan jalan nafas

§ Obstruksi jalan nafas bagian atas karena lidah yang jatuh dapat diatasi dengan hiperekstensi kepala, apabila belum menolong lakukan triple airway manuevre.

§ Apabila terjadi obstruksi karena benda asing atau edema laning lakukan cricothyrotomy atau tracheostomy.

§ Mungkin juga diperlukan pemasangan pipa endotrakheal.

2) Ventilasi bantu

§ Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut ke mulut atau mulut ke hidung.

§ Apabila sarana tersedia dapat dilakukan dengan menggunakan ambubag atau dengan alat IPPB, yang memberikan ventilasi berdasarkan tekanan negatif yang ditimbulkan waktu pasien inspirasi (pada keadaan ini pasien masih sadar dan bernafas spontan).

3) Ventilasi kendali

§ Pasien harus dipasangi pipa endotrakheal yang dihubungkan dengan ventilator.

§ Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator.

§ Bantuan ventilasi diperlukan biasanya berdasarkan kriteria :

o Rasio PaO2/FiO2 <>2 40% tetapi PaO2 80 mmHg)

o Penurunan compliance paru sampai 50%

o Frekuensi respirasi > 30 ­40 kali/menit

o FiO2 40% dengan PaO2 > 90 mmHg.

o Volume ventilasi semenit pada keadaan istirahat 10 l/ menit.

o Tidal volume >5 ml/kg

Terapi mula-mula adalah :

  • Intubasi,berikan O2 dengan kadar 60%.
  • Trakheostomi dilakukan untuk mengganti pipa endotrakheal, bila penderita perlu diventilasi lebih dari 3­4 minggu.
  • Setelah ekstubasi sebaiknya penderita tetap diobservasi untuk kemungkinan gangguan nafas pasca ekstubasi.
  • Monitoring yang perlu di1akukan.
  • Pemeriksaan analisis gas darah setiap 15 menit pada saat baru masuk ventilator sampai kembali ke nilai normal, setelah itu pemeriksaan analisis gas darah dilakukan setiap 6 jam.

Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan :

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi, edema dan spasme jalan nafas
  2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
  3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan parenkim paru
  4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksemia
  5. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan pengeluaran yang berlebihan
  6. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
  7. Defisit perawatan diri berhubungan penurunan kesadaran
  8. dll

KESIMPULAN

  • Tujuan semua tindakan untuk mengatasi penyakit gawat paru adalah mencegah agar penderita tidak jatuh ke dalam keadaan yang lebih buruk berupa gagal nafas akut dan multiple organ failure.
  • Indikasi untuk PEEP atau CPAP: Apabila PaO2 <>2 50% atau shunt factor > 20%. Pemeriksaan saturasi oksigen dilakukan setiap saat seperti juga EKG, monitor, pemeriksaan tensi dan nadi setiap 1 jam.
  • Gagal nafas akut dapat terjadi oleh karena gangguan nafas di otak, gangguan neuromuskuler dan medulla spinalis, obstruksi jalan nafas, gangguan ventilasi, perfusi dan karena kerusakan organ-organ lain seperti infark miokard, iskemi usus atau luka bakar yang luas.
  • Untuk mempertahankan curah jantung sebaiknya hematokrit dipertahankan 30%, berikan cairan secara adekuat oleh karena penurunan aliran darah pant akan memperburuk permeabilitas mikrovaskuler di paru-paru dan merangsang timbulnya mediator yang toksik. Tetapi terlalu banyak cairan (over load) pun akan menimbulkan edema paru hidrostatik.
  • Diagnosis pasti didapatkan dari pemeriksaan analisis gas darah. Tetapi seringkali pemeriksaan klinis sangat membantu menentukan tindakan pertama yang harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Kadang-kadang tindakan pertama harus dilakukan secepatnya di tempat kejadian atau di unit gawat darurat tergantung etiologinya yang dikenal sebagai penatalaksanaan spesifik.
  • Kadang-kadang diperlukan antibiotik. Antibiotik broadspectrum diberikan apabila terdapat tanda-tanda sepsis walaupun dari hasil kultur negatif.
  • Tanda-tanda sepsis antara lain:

1) Bila temperatur <> 38,5°C

Penatalaksanaan non spesifik meliputi upaya perbaikan oksigenisasi, ventilasi dan sirkulasi. Upaya-upaya ini kadang-kadang memerlukan alat-alat yang lebih kompleks dan memerlukan Monitoring dan perawatan khusus.

2) Frekuensi pernafasan 30 kali/menit

3) Serum glukosa FiO2 150 mg%

4) Trombosit <>

5) Leukosit 15.000/m

Hal lain yang juga penting adalah evaluasi terhadap keberhasilan terapi dilakukan dari saat ke saat sehingga terapi dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan.

6) Volume naso gastrik 200 ml/jam

7) Pneumonia atau kultur urine atau kultur dan daerah luka, didapatkan bakteri lebih dari 100.000/ml. Foto thoraks harus dilakukan setiap hari,

§ Udara inspirasi harus dilembabkan atau humidifikasi yang cukup,

§ Pemberian mukolitik.

§ Pasien harus diubah-ubah posisinya secara bertahap setiap 2 jam

§ Nasotracheal suction setiap 2 jam.

§ Lakukan usaha-usaha untuk mengeluarkan sekret dan menepuk dada/punggung fisioterapi dada

§ Perhatikan gizi

§ Latihan nafas untuk menjaga kekuatan otot-otot pernafasan.

KEPUSTAKAAN

1. Hemdon DN, Traber DL. Pulmonary Failure and Acute Respiratory Distress Syndrome; Multiple organ failure. 1990

2. TEOH. Respiratory Failure : Intensive Care Manual, 2nd ed, 1985;

3. Caroline NL. Energency Care in the street, 2nd ed, 1983;

4. Muhiman M. Gagal Nafas Akut : Intensive Care Unit 1st ed, 1989;

5. Sibbald WJ. Synopsis of Critical Care, 2nd ed, 1984

6. Evans TR. The Airway at Risk: ABC of Resuscitation, 2nd ed, 1990

7. Shoemaker WC, Ayres S, Grenvink A, Holbrook PR, Thompson WL.

8 Textbook of Critical Care, 2nd ed, 1989;

9. VincentL. Update in Intensive Care and Emergency Medicine, 1st ed, 1991;.


ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN PARU

Ns. Hendri Budi, S.Kep

PENDAHULUAN

Perawatan Intensif adalah tindakan perawatan dan tindakan medis yang secara aktif dilakukan untuk menunjang fungsi organ vital, memperbaiki dan mencegah kegagalan lain. Dengan demikian kematian dapat dicegah.

Kegagalan fungsi organ vital yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat adalah fungsi pernafasan, kardiovaskuler dan SSP.

  • Fungsi pernafasan adalah memasukkan oksigen dan udara luar ke dalam darah untuk memenuhi kebutuhan O2 dan mengeluarkan CO2 sebagai hasil metabolisme.
  • Kedua proses ini terjadi melalui paru.
  • Setiap perubahan atau kelainan di paru baik disebabkan oleh penyakit atau bukan akan mempengaruhi proses pertukaran O2 dan CO2.
  • Apabila tidak segera diatasi, kebutuhan O2 jaringan akan tidak terpenuhi sehingga dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ vital lain seperti kardiovaskuler, SSP, ginjal, hepar dan lain-lain, selanjutnya menyebabkan kematian.

DEFINISI

Penyakit gawat paru adalah

Suatu keadaan pertukaran gas dalam paru terganggu, yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan suatu keadaan yang disebut gagal nafas akut; yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen di arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya.

Kegawatan paru meliputi beberapa keadaan / penyakit paru yang memerlukan tindakan penanganan segera, sebab bila tidak ditangani segera akan mengancam jiwa pasien. Beberapa keadaaan / penyakit tersebut ialah:

  1. Obstruksi jalan nafas
  2. Trauma dada
  3. Terhisap gas dan uap
  4. Pneumotoraks spontan
  5. Hemoptisis masif
  6. Tenggelam
  7. Emboli paru
  8. Gagal nafas

OBSTRUKSI JALAN NAFAS

Kegawatan paru dapat dimulai dari obstruksi jalan nafas pada saluran nafas atas s.d bawah , yaitu :

  1. Trauma laring sampai dengan fraktur laring
  2. Korpus alienum dlam trakea
  3. Paralisis nervus laryngeal
  4. Tumor intra trakea dan tumor yang menekan trakea / bronkus (tumor mediastinum)
  5. Asma bronkial (Obstruksi akut)
  6. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

Akibat obstruksi jalan nafas ialah : Hipoksemia

Penanggulangan hipoksemia tergantung pada penyebabnya, prinsip terapi ialah

  1. Kelancaran sistem ventilasi
  2. Perfusi pada paru-paru baik

Tingkat kegawatan yang perlu diwaspadai pada obstruksi jalan nafas bawah :

  1. Status asmatikus baru atau berulang
  2. Kapasitas vital paksa <>
  3. Kesadaran menurun
  4. Sianosis (PaO2 <>
  5. Meningkatnya PaCO2 (> 50mmHg)
  6. Terdapat pulsus paradoksus
  7. Terdapat kelainan EKG
  8. Adanya kelainan penumotoraks atau peneumomediastinum

Tidak ada komentar: